Social License to Operate sebagai Fondasi Hubungan Baik dengan Masyarakat

Sep 24, 2025 | Wawasan

Mengapa Social License to Operate Penting?

Social License to Operate sebagai Fondasi Hubungan Baik dengan Masyarakat menekankan bahwa Perusahaan yang memahami mengapa Social License to Operate penting akan lebih mudah membangun kepercayaan jangka panjang.

Keberadaan perusahaan di tengah masyarakat tidak hanya bergantung pada izin formal dari pemerintah, tetapi juga pada penerimaan sosial. Inilah yang dikenal sebagai Social License to Operate (SLO) sebuah kontrak sosial tidak tertulis di mana masyarakat memberikan legitimasi dan dukungan agar perusahaan dapat beroperasi dengan tenang dan berkelanjutan.

Studi Kasus SLO:

Sebuah penelitian di Dese Mekarsari, Kecamatan X mencoba mengukur tingkat penerimaan masyarakat terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka dengan pendekatan SLO.

Metode penelitian menggunakan kuesioner kepada 30 stakeholder kunci (aparatur desa, BPD, kelompok nelayan, pemuda, perempuan, UKM, hingga tokoh masyarakat) dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam.

Hasilnya, nilai rata-rata SLO berada di angka 3,51 atau masuk kategori Acceptance / High Tolerance. Artinya, masyarakat bersedia menoleransi operasi perusahaan, tetapi dukungan ini masih bersifat sementara dan belum stabil. Ada potensi gejolak sosial jika perusahaan tidak mampu meningkatkan kualitas hubungan dengan masyarakat.

Faktor Penentu Social License to Operate

Mengacu pada model Thomson & Boutilier (2011), SLO dapat ditingkatkan melalui beberapa unsur penting:

  • Legitimasi Ekonomi Sejauh mana perusahaan memberi manfaat ekonomi langsung, seperti lapangan kerja atau peningkatan usaha lokal.
  • Legitimasi Sosial-Politik Kontribusi terhadap kualitas hidup masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, budaya, hingga keadilan sosial.
  • Kepercayaan Interaksional Kemampuan perusahaan merespons keluhan, mendengar aspirasi, dan menjaga hubungan baik dengan stakeholder.
  • Kepercayaan Institusional Transparansi, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan proporsionalitas program CSR terhadap dampak yang ditimbulkan.

Temuan Lapangan

Beberapa poin yang masih lemah dari hasil penelitian di Desa tersebut:

  • Manfaat ekonomi minim: masyarakat merasa tenaga kerja lokal kurang diakomodasi.
  • Kesehatan dan Pendidikan: fasilitas terbatas, beasiswa sulit diakses, dan tenaga pengajar kurang.
  • Pelestarian budaya: kontribusi perusahaan dalam kegiatan adat dan budaya masih jarang.
  • Komunikasi: sosialisasi aktivitas perusahaan dan respon terhadap keluhan masyarakat belum optimal.

Stakeholder lokal, seperti kepala desa, guru, bidan, kelompok nelayan, dan UKM, menyoroti pentingnya peningkatan kualitas program CSR agar lebih relevan dengan kebutuhan riil masyarakat.

Rekomendasi untuk Perusahaan

Untuk meningkatkan penerimaan masyarakat dari sekadar toleransi menuju approval bahkan full trust, perusahaan perlu:

  1. Meningkatkan perekrutan tenaga kerja lokal dan dukungan ekonomi masyarakat, misalnya lewat bantuan peralatan nelayan atau perluasan program energi terbarukan (Solar Home System).
  2. Memperkuat kontribusi sosial di bidang kesehatan, pendidikan, seni, budaya, dan keagamaan.
  3. Mempercepat respon terhadap keluhan masyarakat serta aktif terlibat dalam forum musyawarah desa.
  4. Meningkatkan transparansi informasi terkait dampak positif maupun negatif kegiatan perusahaan.
  5. Membangun program CSR yang partisipatif dan berkelanjutan, bukan sekadar bantuan seremonial.

Dampak Positif Social License to Operate

Ketika perusahaan berhasil memperoleh Social License to Operate (SLO) yang kuat, banyak dampak positif yang bisa dirasakan, baik oleh perusahaan maupun masyarakat. Salah satunya adalah stabilitas operasional. Dengan dukungan masyarakat, potensi konflik dapat ditekan, sehingga biaya sosial maupun biaya hukum bisa diminimalkan.

Selain itu, SLO juga memberikan manfaat reputasi. Perusahaan yang mampu menunjukkan transparansi, akuntabilitas, dan kontribusi nyata cenderung lebih dipercaya publik serta lebih menarik bagi investor. Di sisi lain, masyarakat juga mendapatkan nilai tambah berupa lapangan kerja, akses pendidikan, kesehatan, hingga program pemberdayaan ekonomi.

Contoh nyata terlihat pada beberapa perusahaan energi terbarukan yang melibatkan masyarakat lokal dalam pembangunan proyek. Sejak awal, mereka mengadakan musyawarah desa, mendengarkan aspirasi, hingga memberikan peluang kerja langsung bagi warga. Hasilnya, masyarakat merasa memiliki proyek tersebut dan mendukung sepenuhnya. Kasus ini memperlihatkan dengan jelas mengapa Social License to Operate penting sebagai syarat terciptanya hubungan saling menguntungkan.

Dengan membangun Social License to Operate yang kuat, perusahaan tidak hanya menjaga kelancaran operasionalnya, tetapi juga menciptakan nilai bersama bagi masyarakat dan lingkungan.

Sumber: 

Swara, V. Y., & Simatupang, E. (2020). Keluar Dari Lingkaran CCSR: Corporate Social Entrepreneurship Dalam Menjawab Tantangan Sosial License To Operate. Jurnal Sinergitas PKM & CSR, 4(2), 195.